Senin, 30 April 2012

Belajar jadi Puitis


Mari belajar menjadi puitis caranya mudah – mudah sulit, kenapa? Karena kata yang kita buat bisa indah dilihat bila kita membuatnya dengan sepenuh hati tapi, kata yang kita buat bias sangat membosankan bahkan membuat orang lain tak mau melihat apalagi membacanya.

Cara membuat

-          Buatlah kata semampu kita dengan membuang kata penjelas
-          Jangan memasukan kata – kata yang berlebihan (Lebay) yang membuat orang lain merasa risih melihatnya
-          Usahakan kita membuatnya dengan hati, maksud disini bisa juga pengalaman pribadi agar lebih bisa dihayati dan mungkin bisa lebih maksimal
-          Ketika mendapat kritikan jangan langsung merasa bahwa puitisi yang kita buat itu kurang bagus dalam kata lain JELEK justru inilah salah satu faktor yang penting karena kritikan sangatlah penting demi membangun sebuah karya
-          Nah, ketika dipuji jangan langsung merasa bangga akan hasil karya kita karena disitulah awal kejatuhan kita
-          Jika Anda tidak mempunyai inspirasi, Anda bisa melihat atau membaca kata – kata inspiratif pk. Mario Teguh yang super sekali, beliau adalah idola semua kalangan yang membutuhkan motivasi.

Selamat mencoba.

                                                                                                            Salam INFO

                                                                                                           Leha’cheweez

Senin, 23 April 2012

Kebudayaan Suku Batak dan Suku Asmat


BAB 1
KEBUDAYAAN SUKU BATAK
A.    SEJARAH SUKU BATAK
Kerajaan Batak didirikan oleh seorang Raja dalam negeri Toba sila-silahi (silalahi) lua’ Baligi (Luat Balige), kampung Parsoluhan, suku Pohan. Raja yang bersangkutan adalah Raja Kesaktian yang bernama Alang Pardoksi (Pardosi). Masa kejayaan kerajaan Batak dipimpin oleh raja yang bernama. Sultan Maharaja Bongsu pada tahun 1054 Hijriyah berhasil memakmurkan negerinya dengan berbagai kebijakan politiknya.
B.     DESKRIPSI LOKASI SUKU BATAK
Suku bangsa Batak dari Pulau Sumatra Utara. Daerah asal kediaman orang Batak dikenal dengan Daratan Tinggi Karo, Kangkat Hulu, Deli Hulu, Serdang Hulu, Simalungun, Toba, Mandailing dan Tapanuli Tengah. Daerah ini dilalui oleh rangkaian Bukit Barisan di daerah Sumatra Utara dan terdapat sebuah danau besar dengan nama Danau Toba yang menjadi orang Batak. Dilihat dari wilayah administrative, mereka mendiami wilayah beberapa Kabupaten atau bagaian dari wilayah Sumatra Utara. Yaitu Kabupaten Karo, Simalungun, Dairi, Tapanuli Utara, dan Asahan.
C.    UNSUR BUDAYA SUKU BATAK
a.       Sistem Peralatan Hidup Teknologi (atau teknologi) Suku Batak
Masyarakat Batak telah mengenal dan mempergunakan alat-alat sederhana yang dipergunakan untuk bercocok tanam dalam kehidupannya. Seperti cangkul, bajak (tenggala dalam bahasa Karo), tongkat tunggal (engkol dalam bahasa Karo), sabit (sabi-sabi) atau ani-ani. Masyarakat Batak juga memiliki senjata tradisional yaitu, piso surit (sejenis belati), piso gajah dompak (sebilah keris yang panjang), hujur (sejenis tombak), podang (sejenis pedang panjang). Unsur teknologi lainnya yaitukain ulos yang merupakan kain tenunan yang mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan adat Batak.
b.      Mata Pencaharian Suku Batak
Pada umumnya masyarakat batak bercocok tanam padi di sawah dan ladang. Lahan didapat dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap kelurga mandapat tanah tadi tetapi tidak boleh menjualnya. Selain tanah ulayat adapun tanah yang dimiliki perseorangan .
Perternakan juga salah satu mata pencaharian suku batak antara lain perternakan kerbau, sapi, babi, kambing, ayam, dan bebek. Penangkapan ikan dilakukan sebagian penduduk disekitar danau Toba.
Sektor kerajinan juga berkembang. Misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran kayu, temmbikar, yang ada kaitanya dengan pariwisata.
c.       Sistem Kemasyarakatan Suku Batak
Kekerabatan
Kelompok kekerabatan suku bangsa Batak berdiam di daerah pedesaan yang disebut Huta atau Kuta menurut istilah Karo. Biasanya satu Huta didiami oleh keluarga dari satu marga.Ada pula kelompok kerabat yang disebut marga taneh yaitu kelompok pariteral keturunan pendiri dari Kuta. Marga tersebut terikat oleh simbol-simbol tertentu misalnya nama marga. Klen kecil tadi merupakan kerabat patrilineal yang masih berdiam dalam satu kawasan. Sebaliknya klen besar yang anggotanya sdah banyak hidup tersebar sehingga tidak saling kenal tetapi mereka dapat mengenali anggotanya melalui nama marga yang selalu disertakan dibelakang nama kecilnya, Stratifikasi sosial orang Batak didasarkan pada empat prinsip yaitu : (a) perbedaan tigkat umur, (b) perbedaan pangkat dan jabatan, (c) perbedaan sifat keaslian dan (d) status kawin.
1.      Kekerabatan
Nilai kekerabatan masyarakat Batak utamanya terwujud dalam pelaksanaan adat Dalian Na Talu, dimana seseorang harus mencari jodoh diluar kelompoknya, orang-orang dalam satu kelompok saling menyebut Sabutuha (bersaudara), untuk kelompok yang menerima gadis untuk diperistri disebut Hula-hula. Kelompok yang memberikan gadis disebut Boru.
2.      Hagabeon
Nilai budaya yang bermakna harapan panjang umur, beranak, bercucu banyak, dan yang baik-baik.
3.      Hamoraan
Nilai kehormatan suku Batak yang terletak pada keseimbangan aspek spiritual dan meterial.
4.      Uhum dan ugari
Nilai uhum orang Batak tercermin pada kesungguhan dalam menegakkan keadilan sedangkan ugari terlihat dalam kesetiaan akan sebuah janji.
5.      Pengayoman
Pengayoman wajib diberikan terhadap lingkungan masyarakat, tugas tersebut di emban oleh tiga unsur Dalihan Na Tolu.
6.      Marsisarian
Suatu nilai yang berarti saling mengerti, menghargai, dan saling membantu.
d.      Bahasa Suku Batak
Dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari, orang Batak menggunakan beberapa logat, ialah: (1)Logat Karo yang dipakai oleh orang Karo; (2) Logat Pakpak yang dipakai oleh Pakpak; (3) Logat Simalungun yang dipakai oleh Simalungun; (4) Logat Toba yang dipakai oleh orang Toba, Angkola dan Mandailing.
e.       Kesenian Suku Batak
Seni Tari yaitu Tari Tor-tor (bersifat magis); Tari serampang dua belas (bersifat hiburan). Alat Musik tradisional : Gong; Saga-saga. Hasil kerajinan tenun dari suku batak adalah kain ulos. Kain ini selalu ditampilkan dalam upacara perkawinan, mendirikan rumah, upacara kematian, penyerahan harta warisan, menyambut tamu yang dihormati dan upacara menari Tor-tor. Kain adat sesuai dengan sistem keyakinan yang diwariskan nenek moyang.
f.       Pengetahuan Suku Batak
Orang Batak juga mengenal sistem gotong-royong kuno dalam hal bercocok tanam. Dalam bahasa Karo aktivitas itu disebut Raron, sedangkan dalam bahasa Toba hal itu disebut Marsiurupan. Sekelompok orang tetangga atau kerabat dekat bersama-sama mengerjakan tanah dan masing-masing anggota secara bergiliran. Raron itu merupakan satu pranata yang keanggotaannya sangat sukarela dan lamanya berdiri tergantung kepada persetujuan pesertanya.
g.      Religi Suku Batak
Pada abad 19 agama islam masuk daerah penyebaranya meliputi batak selatan . Agama kristen masuk sekitar tahun 1863 dan penyebaranya meliputi batak utara. Walaupun d emikian banyak sekali masyarakat batak didaerah pedesaan yang masih mmpertahankan konsep asli religi pendduk batak. Orang batak mempunyai konsepsi bahwa alam semesta beserta isinya diciptakan oleh Debeta Mula Jadi Na Balon dan bertempat tinggal diatas langit dan mempunyai nama-nama sesuai dengan tugasnya dan kedudukanya . Debeta Mula Jadi Na Balon : bertempat tinggal dilangit dan merupakan maha pencipta; Siloan Na Balom: berkedudukan sebagai penguasa dunia mahluk halus. Dalam hubungannya dengan roh dan jiwa orang batak mengenal tiga konsep yaitu : Tondi: jiwa atau roh; Sahala : jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang; Begu : Tondinya orang yang sudah mati. Orang batak juga percaya akan kekuatan sakti dari jimat yang disebut Tongkal.




BAB 2
KEBUDAYAAN SUKU ASMAT
A.    SEJARAH
Suku Asmat adalah sebuah suku di Papua. Suku Asmat dikenal dengan hasil ukiran kayunya yang unik. Populasi suku Asmat terbagi dua yaitu mereka yang tinggal di pesisir pantai dan mereka yang tinggal di bagian pedalaman. Kedua populasi ini saling berbeda satu sama lain dalam hal dialek, cara hidup, struktur sosial dan ritual. Populasi pesisir pantai selanjutnya terbagi ke dalam dua bagian yaitu suku Bisman yang berada di antara sungai Sinesty dan sungai Nin serta suku Simai.
Ada banyak pertentangan di antara desa berbeda Asmat. Yang paling mengerikan adalah cara yang dipakai Suku Asmat untuk membunuh musuhnya. Ketika musuh dibunuh, mayatnya dibawa ke kampung, kemudian dipotong dan dibagikan kepada seluruh penduduk untuk dimakan bersama. Mereka menyanyikan lagu kematian dan memenggalkan kepalanya. Otaknya dibungkus daun sago yang dipanggang dan dimakan.
Sekarang biasanya, kira-kira 100 sampai 1000 orang hidup di satu kampung. Setiap kampung punya satu rumah Bujang dan banyak rumah keluarga. Rumah Bujang dipakai untuk upacara adat dan upacara keagamaan. Rumah keluarga dihuni oleh dua sampai tiga keluarga, yang mempunyai kamar mandi dan dapur sendiri. Hari ini, ada kira-kira 70.000 orang Asmat hidup di Indonesia. Mayoritas anak-anak Asmat sedang bersekolah.
B.     UNSUR BUDAYA SUKU ASMAT
a.       Sistem Peralatan Hidup Teknologi (atau teknologi) Suku Asmat
Orang Asmat telah memiliki peralatan serta cara untuk mempertahankan hidupnya. Mereka telah memiliki kemampuan untuk membuat jaring sendiri yang terbuat dari anyaman daun sagu. Jaring tersebut digunakan untuk menjaring ikan di muara sungai. Caranya pun sederhana sekali, yaitu dengan melemparkan jaring tersebut ke laut untuk kemudian ditarik bersama-sama. Pekerjaan ini tidaklah mudah karena di muara sungai terdapat lumpur yang sangat banyak dan memberatkan dalam penarikan jaring.
Oleh karena itu, jala ditambatkan saja pada waktu air pasang dan kemudian ditarik pada air surut.

Untuk membuat suatu karya kesenian, orang Asmat juga mengenal alat-alat tertentu yang memang sengaja digunakan untuk membuat ukir-ukiran. Alat-alat sederhana seperti kapak batu, gigi binatang dan kulit siput yang bisa digunakan oleh wow-ipits untuk mengukir. Kapak batu merupakan benda yang sangat berharga bagi orang Asmat sehingga kapak yang hanya bisa didapatkan melalui pertukaran barang itu diberi nama sesuai dengan nama leluhurnya, bisanya nama nenek dari pihak ibu. Dengan masuknya pengaruh dari luar, orang Asmat sekarang sudah menggunakan kapak besi dan pahat besi.
Kulit siput diganti dengan pisau. Untuk menghaluskan dan memotong masih digunakan kulit siput.
b.      Mata Pencaharian Suku Asmat
Kebiasaan bertahan hidup dan mencari makan antara suku yang satu dengan suku yang lainnya di wilayah Distrik Citak-Mitak ternyata hampir sama. suku asmat darat, suku citak dan suku mitak mempunyai kebiasaan sehari-hari dalam mencari nafkah adalah berburu binatang hutan separti, ular, kasuari< burung< babi hitan< komodo dll. mereka juga selalu meramuh / menokok sagu sebagai makan pokok dan nelayan yakni mencari ikan dan udang untuk dimakan. kehidupan dari ketiga suku ini ternyata telah berubah.
c.       Sistem Kemasyarakatan Suku Asmat
Dalam kehidupan orang Asmat, peran kaum laki-laki dan perempuan adalah berbeda. Kaum laki-laki memiliki tugas menebang pohon dan membelah batangnya. Pekerjaan selanjutnya, seperti mulai dari menumbuk sampai mengolah sagu dilakukan oleh kaum perempuan. Secara umumnya, kaum perempuan yang bertugas melakukan pencarian bahan makanan dan menjaring ikan di laut atau di sungai. Sedangka kaum laki-laki lebih sibuk dengan melakukan kegiatan perang antar clan atau antar kampung. Kegiatan kaum laki-laki juga lebih terpusat di rumah bujang.

Sistem kekerabatan/ keluarga
Dasar kekerabatan masyarakat Asmat adalah keluarga inti monogami, atau kadang-kadang poligini, yang tinggal bersama-sama dalam rumah panggung (rumah keluarga) seluas 3 m x 5 m x 4 m yang sering disebut dengan tsyem. Walaupun demikian, ada kesatuan-kesatuan keluarga yang lebih besar, yaitu keluarga luas uxorilokal (keluarga yang sesudah menikah menempati rumah keluarga istri), atau avunkulokal (keluarga yang dudah menikah menempati rumah keluarga istri dari pihak ibu). Karena itu, keluarga-keluarga seperti itu, biasanya terdiri dari 1 keluarga inti senior dan 2-3 keluarga yunior atau 2 keluarga senior, apabila ada 2 saudara wanita tinggal dengan keluarga inti masing-masing dalam satu rumah. Jumlah anggota keluarga inti masyarakat Asmat biasanya terdiri dari 4-5 atau 8-10 orang.

Lembaga Pernikahan
Sistem kekerabatan orang Asmat yang mengenal sistem clan itu mengatur pernikahan berdasarkan prinsip pernikahan yang mengharuskan orang mencari jodoh di luar lingkungan sosialnya, seperti di luar lingkungan kerabat, golongan sosial, dan lingkungan pemukiman (adat eksogami clan). Garis keturunan ditarik secara patrilineal (garis keturunan pria), dengan adat menetap sesudah menikah yang virilokal. Adat virilokal adalah yang menentukan bahwa sepasang suami-istri diharuskan menetap di sekitar pusat kediaman kaum kerabat suami. Dalam masyarakat Asmat, terjadi juga sistem pernikahan poligini yang disebabkan adanya pernikahan levirat. Pernikahan levirat adalah pernikahan antara seorang janda dengan saudara kandung bekas suaminya yang telah meninggal dunia berdasarkan adat-istiadat yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Pernikahan seorang anak dalam masyarakat Asmat, biasanya diatur oleh kedua orang tua kedua belah pihak, tanpa diketahui oleh sang anak. Peminangan biasanya dilakukan oleh pihak kerabat perempuan. Namun, dalam hal pencarian jodoh, mereka juga mengenal kawin lari, yang artinya seorang laki-laki melarikan gadis yang disenanginya. Kawin lari ini biasanya berakhir dengan pertikaian dan pembunuhan.
Perkawinan dalam masyarakat Asmat sebanyak lebih dari 25% adalah poligini, dan di antara perkawinan-perkawinan poligini itu hampir separuhnya adalah perkawinan yang telah diatur (perse tsyem).

Nama Asmat sudah dikenal dunia sejak tahun 1904. Tercatat pada tahun 1770 sebuah kapal yang dinahkodai James Cook mendarat di sebuh teluk di daerah Asmat. Tiba-tiba muncul puluhan perahu lesung panjang didayungi ratusan laki-laki berkulit gelap dengan wajah dan tubuh yang diolesi warna-warna merah, hitam, dan putih. Mereka ini menyerang dan berhasil melukai serta membunuh beberapa anak buah James Cook. Berabad-abad kemudian pada tepatnya tanggal 10 Oktober 1904, Kapal SS Flamingo mendarat di suatu teluk di pesisir barat daya Irian jaya. Terulang peristiwa yang dialami oleh James Cook dan anak buahnya pada saat dahulu. Mereka didatangi oleh ratusan pendayung perahu lesung panjang berkulit gelap tersebut. Namun, kali ini tidak terjadi kontak berdarah. Sebaliknya terjadi komunikasi yang menyenangkan di antara kedua pihak. Dengan menggunakan bahasa isyarat, mereka berhasil melakukan pertukaran barang.
Kejadian ini yang membuka jalan adanya penyelidikan selanjutnya di daerah Asmat. Sejak itu, orang mulai berdatangan ke daerah yang kemudian dikenal dengan daerah Asmat itu. Ekspedisi-ekspedisi yang pernah dilakukan di daerah ini antara lain ekspedisi yang dilakukan oleh seseorang berkebangsaan Belanda bernama Hendrik A. Lorentz pada tahun 1907 hingga 1909. Kemudian ekspedisi Inggris dipimpin oleh A.F.R Wollaston pada tahun 1912 sampai 1913.
Suku Asmat yang seminomad itu mengembara sampai jauh keluar daerahnya dan menimbulkan peperangan dengan penduduk daerah yang didatanginya. Untuk mengatasi kekacauan yang sering terjadi tersebut, Pemerintah Belanda pada waktu itu, melancarkan usaha-usaha dalam rangka mengurangi peperangan dan memulihkan ketertiban. Pada tahun 1938, didirikan suatu pos pemerintahan yang berlokasi di Agats. Namun terpaksa ditinggalkan ketika pecah perang dengan Jepang pada tahun 1942. Selama perang itu berlangsung, hubungan denga orang-orang Asmat tidak terjalin. Hubungan tetap dengan masyarakat Asmat terjalin kembali dengan didirikannya suatu pos polisi pada tahun 1953.
Mei 1963, daerah Irian Jaya resmi masuk menjadi wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Sejak saat itu pula, Pemerintah Indonesia melaksanakan usaha-usaha pembangunan di Irian Jaya termasuk daerah Asmat. Suku Asmat yang tersebar di pedalaman hutan-hutan dikumpulkan dan ditempatkan di perkampungan-perkampungan yang mudah dijangkau. Biasanya kampung-kampung tersebut didirikan di dekat pantai atau sepanjang tepi sungai. Dengan demikian hubungan langsung dengan Suku Asmat dapat berlangsung dengan baik. Dewasa ini, sekolah-sekolah, PUSKESMAS (Pusat Kesehatan Masyarakat) dan rumah-rumah ibadah telah banyak juga didirikan peemrintah dalam rangka menunjang pembangunan daerah dan masayarakat Asmat.
d.      Bahasa Suku Asmat
Bahasa-bahasa yang digunakan orang Asmat termasuk kelompok bahasa yang oleh para ahli linguistik disebut sebagai Language of the Southern Division, bahasa-bahasa bagian selatan Irian Jaya. Bahasa ini pernah dipelajari dan digolongkan oleh C.L Voorhoeve (1965) menjadi filum bahasa-bahasa Irian (Papua) Non-Melanesia.
e.       Kesenian Suku Asmat
Ragam kesenian suku Asmat yang banyak dilakukan adalah seni pahat/ ukir. Benda-benda kesenian hasil ukiran Asmat yang menarik adalah perisai-perisai, tiang-tiang mbis (patung bis/ leluhur), dan tifa. Aneka warna gaya kesenian Asmat berdasarkan bentuk dan warna dapat diklasifikasikan ke dalam 4 daerah :
a.        Gaya seni Asmat hilir maupun hulu sungai-sungai yang mengalir ke dalam Teluk Flamingo dan arah pantai Casuarina (Central Asmat)
Benda seni yang termasuk dalam golongan ini, telah terkenal sejak jaman ekspedisi militer Belanda pada tahun 1912. Ciri-ciri perisai dalam golongan ini adalah berbentuk persegi panjang dan agak menyempit ujungnya. Di ujung atas ada hiasan ukiran phallus atau gambar burung tanduk atau topeng. Motif-motif ukiran dalam golongan ini juga terdiri dari motif burung kakatua, burung kasuari, kepala ular, kaki kepiting, dll.
Hiasan ukiran simbolis ini juga terdapat di ujung perahu lesung, di bagian belakang perahu, datung perahu, dinding tifa, ujung tombak, ujung panah, dll.
b.       Gaya Seni Asmat Barat Laut (Northwest Asmat)
Perisai pada golongan ini berbentuk lonjong dengan bagian bawah yang agak melebar dan biasanya lebih padat dari pada perisai-perisai lainnya. Bagian kepala terpisah dengan jelas dari bagian lainnya dan berbenruk kepala kura-kura atau ikan. Kadang-kadang ada gambar nenek moyang di bagian kepal, sedangkan hiasan bagian badan berbentuk musang terbang, katak, kepala burung tanduk, ualr, dll.
c.       Gaya seni Asmat Timur (Citak)
Kekhususan seni pada golongan ini tampak pada bentuk hiasan perisai yang biasanya berukuran sangat besar, kadang-kadang sampai melebihi tinggi orang Asmat yang berdiri tegak. Bagian-bagian atasnya tidak terpisah secara jelas dari bagian badan perisai dan sering terisi dengan garis-garis hitam atau merah yang diberi titik-titik putih.
d.      Gaya seni Asmat daerah sungai Brazza
Perisai pada golongan ini hampir sama besar dan tinggi dengan perisai pada golongan Asmat Timur. Bagian kepala juga biasanya terpisah dari bagian badannya. Walaupun motif sikulengan sering dipakai untuk hiasan perisai, motif yang biasa digunakan adalah motif geometri, lingkaran, spiral, siku-siku, dll.
e.       Seni musik
Orang Asmat memiliki alat musik khusus yang biasa digunakan dalam upacara-upacara penting. Tifa adalah alat musik yang paling umum digunakan oleh masyarakat Asmat dalam kehidupannya. Tifa-tifa ini biasa diukir dan dipahat oleh wow-ipits setempat.
f.       Seni tari
Orang-orang Asmat kerapkali melakukan gerakan-gerakan tarian tertentu saat upacara sakral berlangsung. Adanya gerakan-gerakan erotis dan dinamis yang dilakukan oleh kaum laki-laki dan perempuan di depan rumah bujang (Je) dalam rangka upacara mbis.
f.       Pengetahuan Suku Asmat
Orang Asmat berdiam di lingkungan alam terpencil dan ganas dengan rawa-rawa berlumpur yang ditumbuhi pohon bakau, nipah, sagu dan lainnya. Perbedaan pasang dan surut mencapai 4-5 meter. Pengetahuan itu dimanfaatkan oleh orang Asmat untuk berlayar dari satu tempat ke tempat lain. Pada waktu pasang surut, orang berperahu ke arah hilir atau pantai dan kembali ke hulu ketika pasang sedang naik.
a.       Pengetahuan mengenai alam flora dan fauna di daerah tempat tinggal
Pohon sagu banyak tumbuh di daerah dimana orang Asmat tinggal. Oleh karena itu, makanan pokok orang Asmat adalah sagu dengan makanan tambahan seperti ubi-ubian dan berbagai jenis daun-daunan. Mereka juga memakan berbagai jenis binatang seperti, ulat sagu, tikus hutan, kuskus, babi hutan, burung, telur ayam hutan, dan ikan. Sagu diibaratkan sebagai wanita. Kehidupan dianggap keluar dari pohon sagu sebagaimana kehidupan keluar dari rahim ibu. Selain itu, gigi-gigi anjing yang telah mati biasa digunakan sebagai perhiasan.
b.      Pengetahuan mengenai zat-zat, bahan mentah, dan benda-benda dalam lingkungannya
Orang-orang Asmat hanya mengenal 3 warna dalm kehidupannya, yaitu warna merah, putih, dan hitam. Warna merah didapatkan dari campuran tanah merah dengan air. Untuk warna putih, orang Asmat membakar semacam kerang yang kemudian ditumbuk dan dicampur dengan air. Sedangkan warna hitam diperoleh dengan cara mencampurkan arang dengan air. Ketiga warna ini biasa terlihat pada hasil ukiran dan juga cara berhias yang dilakukan oleh orang-orang Asmat.
c.       Pengetahuan mengenai sifat dan tingkah laku (kebutuhan) antar manusia
Tempat tinggal suku Asmat yang berada di daerah dataran rendah membuat mereka perlu mengatasi kesulitan di dalam kehidupannya. Seperti misalnya batu sangat langka di daerah-daerah lumpur berawa-rawa tempat dimana suku Asmat tinggal. Oleh karena itu, mereka telah mengatahui kekurangan dan kelebihan yang dimiliki oleh masyarakat merekas sendiri maupun masyarakat di luar daerahnya. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, suku Asmat telah mengenal sistem barter. Mereka telah biasa melakukan barter dengan masyarakat lain yang tinggal di daerah dataran tinggi untuk mendapatkan alat-alatseperti kapak, batu, dsb yang memudahkan mereka dalam kehidupannya.
d.      Pengetahuan mengenai ruang dan waktu
Untuk memeperoleh bahan makanan di hutan, orang-orang Asmat pun berangkat pergi pada hari Senin dan kembali ke kampung pada hari Sabtu.
Selama di hutan, mereka tinggal di rumah sementara yang bernama bivak.
Apabila orang-orang Asmat ingin mengambil air minum, maka air minum diambil pada saat air surut, sewaktu air sungai tidak terlalu asin.
Air tersebut disimpan dalam tabung bambu yang diperoleh dari hasil penukaran dengan penduduk desa di lereng-lereng gunung.
g.      Religi Suku Asmat
a.       Simbol manusia dan burung pada perahu
Orang Asmat biasa membuat ukiran di ujung perahu yang digunakannya.
Ukiran tersebut bersimbol manusia dan burung. Ukiran yang berbentuk manusia itu melambangkan keluarga yang sudah meninggal. Mereka percaya bahwa almarhum akan senang karena diperhatikan, dan kemanapun perahu dan penumpangnya pergi akan selalu dilindunginya. Ukiran burung dan binatang terbang lainnya dianggap melambangkan orang yang gagah berani dalam pertempuran dan lambang burung juga digunakan sebagai lambang pengayauan, terutama burung atau binatang terbang yang berwarna gelap atau hitam.
b.      Hiasan
Untuk hiasan kepala, menggunakan simbol burung kasuari atau kuskus. Sekeliling matanya diwarnai merah bagaikan mata burung kakatua hitam bila sedang marah. Hiasan dahi yang terbuat dari kulit kuskus merupakan lambang dari si pengayau kepala yang perkasa.
c.       Pohon
Orang Asmat menyebut dirinya Asmat-ow, yang berarti manusia pohon. Pohon merupakan benda yang amat luhur dalam pandangan orang Asmat. Dalam pandangan mereka, pohon adalah manusia dan manusia adalah pohon. Akar pohon melambangkan kaki manusia, batangnya adalah tubuh manusia, dahan-dahannya adalah tangan manusia, dan daun-daun adalah kepala manusia. Semua anggapan itu memiliki alasan yang mendasar. Keadaan lingkungan alam yang ganas, berawa-rawa dan berlumpur menyebabkan pohon atau kayu menjadi penting bagi kehidupan orang Asmat.